-

About

javascript:void(0)

Sabtu, 14 Januari 2012

Egois

Disadari atau tidak, bahwa egoisme manusia sangatlah terkait dengan keimanannya.
Egoisme atau kecintaan manusia terhadap dirinya, tidak jarang dapat menguasai
kepribadian seseorang.
Bahkan mungkin sering kita lihat dalam kehidupan,
betapa manusia asyik berjuang memenangkan ego masing-masing. 
Egoisme dipastikan akan memunculkan persaingan yang pada gilirannya
akan memunculkan saling berselisih antara satu dengan lainnya di dalam memenuhi
kepentingan yang menjadi ego masing-masing.
Bahkan tidak jarang, dalam upaya persaingan dalam memenuhi ego memanfaatkan
sebagian orang dengan menghalalkan segala macam cara, baik dalam bentuk kolusi,
korupsi, nepotisme, pencurian, perampokan, dan lain sebagainya.

Sudah sejak awal Alloh SWT memperingatkan kepada kita apa yang telah terjadi
pada manusia pertama, Adam.
Kisah Adam dan Hawa, mengantarkan kita ke dalam keyakinan bahwa tidak mungkin
kita meragukan keimanan Adam dan Hawa.
Bagaimana mungkin kita bisa meragukan keimanan keduanya, karena mereka berdua
langsung berjumpa dan berdialog dengan Alloh SWT.
Pertanyaan yang muncul kemudian, kenapa keimanan Adam dan Hawa harus gugur
dengan mengikuti godaan Iblis untuk melanggar satu aturan Alloh SWT,
yaitu memakan buah Khuldi.
Bila saja kita simak secara seksama, ternyata kalahnya keimanan Adam dan Hawa ini
setelah Iblis berhasil mengetahui titik lemah manusia yang lalu Iblis bisikkan pikiran
jahatnya dengan menyatakan, "Hai Adam, maukah kamu saya tunjukkan sebuah

pohon Khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa" (Thoohaa, 20 : 120).
Pada satu sisi Alloh SWT mengingatkan kepada Adam dan Hawa, sekaligus menekankan
bahwa keduanya dilarang memakan buah tersebut, bahkan jangankan untuk memakannya,
mendekatinya pun dilarang. Alloh SWT berfirman: “Janganlah kamu dekati pohon ini,

nanti kamu termasuk orang-orang yang zholim’ (Al Baqoroh, 2:35).
Sementara Iblis menyatakan, maukah kamu aku “tunjukkan” sebuah pohon.
Pohon yang hakikatnya Alloh SWT nyatakan kepada Adam dan Hawa agar mereka
berdua tidak mendekatinya, apalagi memakan buahnya.

Ini yang sebenarnya harus menjadi “Tazkirah” (peringatan), di satu sisi Alloh SWT
melarang, tapi di sisi yang lain Iblis malah berusaha “menunjukkan” pohon itu.
Masalahnya kemudian mengapa keimanan Adam dan Hawa tiba-tiba menjadi lemah

untuk kemudian keduanya melanggar aturan Alloh SWT dengan memakan buah terlarang tersebut ?
Di sinilah titik lemah manusia yang kemudian diketahui Iblis, di mana Iblis menyatakan,
maukah saya tunjukkan kamu sebuah pohon yang kalau kamu makan buahnya maka kamu
akan mendapatkan "dua" perkara.
Yang pertama, “Khuld”(kekal).

Yang kedua, mendapatkan kerajaan atau kekayaan yang berlimpah ruah.
Dengan kata lain Iblis berusaha memperdaya Adam dan Hawa dengan meyakinkan
mereka berdua, bahwasanya Alloh SWT melarang memakan buah itu tidak lain
karena Alloh SWT takut tersaingi, jika karena kalian  memakan buah tersebut
maka kalian akan sama-sama kekal dan sama akan punya kekuasaan.
Dua hal inilah, yakni mengharapkan “Kekekalan” kekuasaan dan harta yang berlimpah
ruah yang telah mengantarkan runtuhnya keimanan Adam dan Hawa,
keimanan dua insan yang langsung berjumpa dan berdialog dengan Alloh SWT.

Satu pelajaran yang luar biasa sangat berharga bagi kita anak cucu Adam,
bahwa kalau kita lihat keberhasilan Iblis menyesatkan manusia terbanyak dari dua sisi ini.
Yakni dari sisi kekuasaan dan ingin hidup kekal lalu berusaha
untuk bisa melanggengkan kekuasaan dan lain sebagainya.
Kekal tidak hanya dari segi umur, tetapi dari sisi jabatan, kedudukan, dan lain sebagainya.
Dari sisi inilah peluang Iblis untuk menggoda dan menyesatkan manusia.
Allah SWT mengingatkan, hanya keimananlah sebenarnya yang bisa mengendalikan kecenderungan tersebut.
Dalam Islam seseorang tidak diperintahkan untuk mematikan kecenderungan
hawa nafsunya sepanjang dalam memenuhinya masih dalam aturan yang benar

menurut Alloh SWT.
Tidak salah kalau seseorang ingin kaya, punya ambisi kedudukan,
jabatan dan lain-lain sepanjang bisa ditempuh dengan jalan yang diridhoi-Nya.
Yang tidak dimungkinkan dalam Islam adalah, bila dalam memenuhi keinginannya
ia tempuh dengan menghalalkan segala macam cara dengan melanggar aturan dan hukum-Nya.  
Ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ummu Salmah, istri Rosululloh SAW,
tentang bagaimana keimanan itu bisa mengendalikan ego seseorang.
Dikisahkan ada dua orang laki-laki, mereka bertengkar memperebutkan harta waris,
masing-masing tidak memiliki bukti kepemilikan harta yang diperebutkan itu.

Lantas keduanya menghadap Rosululloh SAW untuk meminta keputusan Beliau.
Rosululloh SAW kepada mereka berdua menyatakan: Saya ini hanyalah seorang manusia,
sementara kalian mencoba meminta penyelesaian proses hukum ini kepada saya,
padahal boleh jadi seseorang di antara kalian akan mampu dengan dalil-dalil
dan pendekatannya meyakinkan kepada saya bahwa dialah yang paling benar,
sehingga saya bisa memutuskan bahwa itu milik dia, padahal itu belum tentu benar.
Kalau itu yang terjadi maka berarti saya telah memberikan kepada dia peluang
untuk menyiapkan bara api neraka jahanam sepenuh perut dia.
"Mereka yang memakan harta anak yatim dengan cara yang zholim

maka sama dengan dia telah menyiapkan bara api sepenuh perutnya" (An Nissa', 4 : 10).
Mendengar pernyataan Rosululloh SAW ini, maka kedua laki-laki tadi
kemudian masing-masing mengatakan kepada yang lain,
kalau memang itu adalah hak saya, maka saya ikhlas untukmu, silakan ambil.
Yang satu seperti itu yang lain pun demikian. Akhirnya mereka sama-sama
tidak mau mengambil haknya. (HR. Sunan Abu Daud).
Seperti inilah jika keimanan yang menjadi pijakan hidup seseorang.

Ada kisah lain yang serupa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim,
Nabi SAW pernah mengisahkan kepada para sahabat tentang dua orang mu'min
yang satu menjual tanah kepada yang lain.
Usai proses pembelian, si pembeli kembali lagi dengan membawa satu kotak peti
berisi emas dengan mengatakan;  Setelah saya membeli tanah kebetulan saya menggali
tanah itu kutemukan satu kotak peti berisi Emas.
Karena saya hanya membeli dan membayar harga tanah, berarti tidak termasuk emas
yang ada di dalam peti ini. Maka dari itu saya kembalikan kotak peti berisi emas ini.
Si penjual tanah tidak mau menerima dengan mengatakan, saya sudah menjual tanah
dengan segala yang ada di dalamnya.
Akhirnya, keduanya sepakat untuk menemui seseorang untuk meminta keputusan.
Maka berkatalah orang yang dipercayakan oleh kedua orang itu,
adakah kalian berdua punya anak ? Yang satu menyatakan, saya punya anak laki-laki.
Yang satunya lagi, saya punya anak perempuan.
Lebih lanjut, seseorang yang dipercaya itu mengatakan, kalau begitu nikahkan saja
anak kalian berdua dan emas itu untuk modal anak kalian berdua.

Maka barulah keduanya sepakat.
Alangkah luar biasa dampak keimanan dalam  mengendalikan egoisme manusia.
Dan alangkah indahnya hidup dan kehidupan ini jika masing-masing manusia
memiliki keimanan yang kuat sehingga dia mampu mengendalikan
kecenderungan “ego” yang ada dalam dirinya sekaligus mementahkan
bisikan Iblis yang menyesatkan.

Wallohu a’lam bish-showab

0 komentar:

Posting Komentar