-

About

javascript:void(0)

Selasa, 24 Januari 2012

Mencermati Kondisi Batin Ketika Mempunyai Kebutuhan Besar

• Orang kepepet dan mempunyai hajat yang besar biasanya dekat
   dan berharap banyak kepada Tuhan, mengapa ?
• Bagaimana menstabilkan emosi disaat-saat sedang terdesak ?
• Apa yang harus dilakukan sebagai umat beragama dan bagaimana resepnya
  untuk keluar dengan tenang dari kesulitan hidup ?

Ketika seseorang mempunyai hajat dan kebutuhan besar apalagi sangat mendesak,

pada saat itu lah orang seringkali melakukan sesuatu yang luar biasa.
Contoh hajat besar dalam kehidupan sehari-hari kita ialah orangtua sakit keras
dan jiwanya terancam sementara tidak punya uang untuk menebus resep obat dari dokter.
Anak terancam akan di keluarkan (DO) jika pembayaran SPP tidak dilunasi hari itu.
Bertemunya berbagai kepentingan mendesak dalam waktu bersamaan,
seperti kontrakan rumah harus dibayar, hutang jatuh tempo, sementara anak sakit keras.
Hal-hal seperti ini seringkali membuat seseorang merasa tersisih dan terpojok.
Dalam mengatasi hajat dan keperluan mendesak itu, ada orang yang memilih
untuk menempuh segala cara tanpa mempedulikan apakah itu halal atau haram,
apakah melanggar hukum atau tidak, yang penting adalah pemenuhan hajat
dan kebutuhannya terwujud.
Cara-cara seperti ini bukan hanya dilakukan oleh orang-orang biasa
tetapi juga dilakukan oleh orang-orang yang relatif memiliki status sosial yang lebih baik.
Ada juga orang berusaha menenangkan dirinya sendiri di samping berusaha secara ekstra
sambil memohon petunjuk dan pertolongan Alloh SWT.
Tidak mudah membedakan atara hajat dan kebutuhan besar dan mendesak
dengan yang bukan karena ukurannya sangat subyektif.
Mungkin seseorang menganggap suatu hajat dan kebutuhan besar,
tetapi bagi orang lain tidak.
Jadi jenis, tingkat, kuantitas, dan kualitas kebutuhan itu sangat
ditentukan oleh orang per orang.
Di dalam Islam, hajat dan kebutuhan itu dibedakan atas tiga tingkatan.

Pertama disebut kebutuhan darurat atau kebutuhan yang bersifat primer
meliputi lima kebutuhan pokok (dhoruriyyatil-khomsah) yang harus dipertahankan,
yaitu agama, jiwa, akal, martabat keturunan, dan harta.
Seseorang dipandang mati syahid dan terbebas dari sanksi
manakala seseorang melakukan tindakan pembelaan terhadap salah satu
dari kelima kebutuhan pokok tersebut.
Islam melarang syirik untuk memelihara agama. Islam melarang pembunuhan
untuk memelihara jiwa.
Islam melarang minuman keras untuk memelihara akal.
Islam melarang zina untuk memelihara keturunan.
Dan, Islam melarang pencurian untuk memelihara harta.

Kedua kebutuhan hajjiyat atau kebutuhan sekunder, yakni kebutuhan yang mendesak
tetapi belum sampai pada tingkat  dhoruriyat, misalnya kebutuhan seseorang akan rumah,
telpon, dan kendaraan.

Ketiga kebutuhan tahsiniyat atau luxury, yaitu kebutuhan assessoris kehidupan.
Kebutuhan ini tidak mempengaruhi eksistensi kehidupan tetapi lebih merupakan pelengkap,
seperti rumah asri, kendaraan dan pakaian yang bermerek (branded).
Secara skematis, ketiga tingkat kebutuhan itu bisa dipilah dan dibedakan.
Tetapi secara emosional, masing-masing orang meresponinya berbeda-beda.
Boleh jadi kebutuhan level ketiga (tahsiniyat) tetapi orang-orang tertentu meresponinya berlebihan,
melampaui responnya terhadap ketiga tingkatan kebutuhan di atasnya.

Dalam Islam, memang ada kaedah yang mengatakan bahwa ”hajat yang mendesak
menempati posisi darurat” (alhajatu tanzilu manzilatid-dhoruroh),
sementara ”darurat itu membolehkan sesuatu yang tadinya tidak boleh”
(ad-dhorurotu tubihul-makhdhurot).
Namun yang dimaksud di dalam kaedah itu ukurannya bukan selera
atau mempertahankan prestise tetapi betul-betul menyangkut kelangsungan
eksistensi keberadaandan kapasitas manusia sebagai hamba atau sebagai kholifah.
Hajat yang besar bisa diungkapkan dalam suasana batin betapa terasa
Ke Maha Kuasa an Tuhan pada satu sisi dan betapa keterbatasan
dan kelemahan hamba pada sisi lain.
Relasi kehambaan seorang manusia dengan Tuhannya lebih terasa bagi seseorang
yang menghadapi kebutuhan dan kesulitan besar.
Kebesaran dan keagungan Tuhan akan lebih terasa bagi seseorang
yang sedang berhadapan dengan keganasan alam, seperti berhadapan dengan ombak besar
di tengah laut, dalamnya goa yang gelap gulita, gemuruh suara halilintar yang menggelepar,
kencangnya angin puting beliung, dahsyatnya topan salju yang menusuk tulang,
atau di tengah berbagai jenis gempa bumi.
Semua orang merasa butuh pertolongan Tuhan ketika itu.
Kiat untuk mendapatkan hikmah dan sekaligus jalan keluar terhadap hajat
dan kebutuhan yang sedang kita alami ialah dengan cara memperkuat semangat roja’,
yaitu rasa kebutuhan yang amat sangat terhadap pertolongan dan perlindungan Tuhan.
Ketergantungan kita kepada Tuhan begitu besarnya sehingga seolah-olah
tidak ada lagi dewa penolong lain selain hanya Alloh SWT.
Diri kita terasa tidak ada apa-apanya sementara Tuhan terasa Maha Segalanya.
Sikap roja’ diawali dengan rasa takut (khouf) kepada Alloh SWT.
Seringkali di tengah perjalanan tadinya hajat dan kebutuhan seorang hamba
adalah sesuatu yang bersifat materiil atau duniawi tiba-tiba beralih kepada Tuhan,
seolah tadinya yang menjadi hajat besarnya adalah  jalan keluar dari kesulitan kehidupan dunianya
tiba-tiba itu hanya menjadi kebutuhan sekunder atau kebutuhan aksessoris.
Yang menjadi kebutuhan dan harapan utama ialah ridho Alloh SWT.
Dalam kondisi batin seperti ini seorang hamba berpotensi menjalin kedekatan diri
dengan Tuhannya.
Dengan kata lain, hajat dan kebutuhan menjadi perantara efektif antara
hamba dengan Tuhannya.
Kiat selanjutnya tentu saja adalah doa.
Tanpa doa seseorang akan dinilai angkuh dan sombong,
seolah-olah yang bersangkutan tidak membutuhkan Tuhan
di dalam mewujudkan hajat dan keperluannya.
Etika berdoa ialah sedapat mungkin badan dan jiwa kita bersih.
Disarankan berwudhu lalu membersihkan hati dan meluruskan jalan pikiran
serta diringi perasaan tawadhu dan roja’ kepada Alloh SWT.
Doa diawali dengan lafaz tahmid dan puji-pujian kepada Alloh SWT,
kemudian sholawat kepada Rosululloh SAW, kemudian masuk ke materi hajat kita,
memohon berkah dari apa yang diharapkan, lalu ditutup dengan surah Al-Fatihah.
Kiat lain bisa diiringi dengan nazar, yaitu komitmen tertentu kepada Alloh
yang akan kita lakukan jika hajat dan harapan kita dikabulkan.
Misalnya kalau hajat dan harapan saya dikabulkan saya akan memberi makanan
kepada 60 orang yatim piatu atau berpuasa 3 hari sebagai tanda syukur
dan terima kasih kepada Alloh SWT.
Nazar bisa menjadi triggle atau energi pendorong doa ke langit.
Namun disarankan nazar ini dilakukan tidak terlalu sering sehingga menimbulkan
kesulitan diri sendiri, karena nazar wajib untuk direalisasikan.
Kesimpulannya, hajat dan kebutuhan besar kita berpotensi untuk lebih mendekatkan
seorang hamba kepada Tuhan.
Hajat perlu dicermati agar tidak sebaliknya, menjerumuskan kita ke perbuatan yang tercela.
Hajat kita dapat dimohonkan kepada Alloh dalam bentuk doa dan kalau perlu dengan nazar.
Hajat paling besar bagi seorang hamba adalah memperoleh ridho Alloh SWT.
Jangan sampai hajat besar kita yang bersifat duniawi menenggelamkan
hajat kita yang sesungguhnya paling besar ialah taqorrub,
berdekatan sedekat mungkin dengan-Nya.
Alhamdulillah, berbahagialah orang yang dapat memperoleh kedua hajat tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar