-

About

javascript:void(0)

Kamis, 26 Januari 2012

7 MUTIARA MENUJU KEBAHAGIAAN RUMAH TANGGA

(Nasehat Perkawinan)

ومن أياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكونوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذالك لأيات لقوم يتفكرون ( الروم / 21)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
[QS. Ar-Rum ayat 21]

 Hadits Nabi SAW :
فال رسول الله صلى عليه وسلم : النكاح سنتى فمن رغب عن سنتي فليس منى

Pernikahan adalah perbuatan yang selalu diinginkan dan didambakan oleh setiap manusia yang hidup.
Pernikahan itu adalah sunnah Nabi [النكاح سنتى], maka barang siapa yang tidak melaksanakan nikah,
sabda Nabi SAW bukan golongannya [فمن رغب عن سنتئ فليس منى].
Pernikahan harus didasarkan pada agama, ibadah, dan menjalankan sunnah Nabi SAW,
dan bukan didasarkan pada nafsu belaka atau didasarkan tujuan lain
yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.
 Pernikahan harus atas dasar suka sama suka, saling cinta, bukan dasar paksaan,
dan bersandar pada ibadah kepada Alloh.
Sebab, dalam menjalani kehidupan bahtera rumah tangga, bagaikan orang mengarungi samudra luas
dan penuh dengan gelombang, pada siang, malam, panas dan hujan bahkan badai dan gelombang harus dilalui.
Mungkin saja, cuaca tidak bersahabat yang tidak pernah kita prediksi yang dapat saja datang secara tiba-tiba.
Kita harus selalu siap untuk menghadapi dan selalu mengantisipasi setiap perubahan.
Maka, apabila seseorang dalan menjalankan rumah tangga tidak memiliki dasar, pedoman,
mesti akan terombang-ambing dalam perjalanan rumah tangganya.
Dalam berumah tangga, kita akan melalui perjalanan panjang dan sangat melelahkan dengan tujuan
untuk mecapai “pantai kebahagiaan” yang sakinah dan diridhoi Alloh..
Untuk mencapai “pantai kebahagian” tersebut, tentu saja kita harus: [1] mempersiapkan diri dan mental,
baik suami maupun istri, [2] mempersiapkan berbagai keperluan dan bekal agar perjalanan kita terasa aman,
nyaman, dan lancar, sebab apabila datang badai dan gelombang, kita akan siap menghadapinya
dengan sikap tenang, tidak grogi, tidak takut dan tidak gentar sekalipun dahsatnya badai dan gelombang tersebut, sebab kita memiliki dasar [agama] dan pedoman [al-Qur’an dan Hadits].
Untuk mengarungi perjalanan [rumah tangga] itu dengan baik dan lancar, kita perlu mempersiapkan : 
Pertama, kapal [rumah tangga] yang kokoh agar tidak macet dalam perjalanan. 
Kedua, mesin yang betul-betul baik. 
Ketiga, bahan bakar yang cukup dan memadai. 
Keempat, membawa peta dan kompas sebagai pedoman perjalanan agar tidak sesat dalam perjalanan. 
Kelima, membawa peralatan yang memadai untuk mengantipasi macet. 
Keenam, nahkoda yang pandai, lihai, dan memiliki strategi untuk mengemudi kapal.
Ketujuh, membawa bekal yang cukup dalam perjalanan.

Pertama     :      Rumah Tangga [الاسرة ], bagaikan kapal [bahtera] yang kokoh.
Rumah tangga, harus dibangun atas dasar taqwa, cinta, suka sama suka dan didukung dengan kedua belah pihak keluarga yang merestui serta mengharapkan ridho Ilahi.
Selain itu,  harus mempunyai niat dan kebulatan tekad untuk berumah tangga atas dasar lillahi ta’ala,
dengan ibadah [sholat] – Insya Alloh, rumah tangga akan kokoh.
Berumah tangga itu sendiri juga sebagai perilaku  ibadah kepada Alloh
dan menjalankan sunnah Nabi SAW [النكاح سنتى ].

Kedua         :     Hati [  القلب], sebagai mesin yang bagus.
Artinya, suami istri harus punya tujuan yang sama.
Berumah tangga bukan untuk hanya sekedar melepas nafsu birahi, melainkan harus memiliki tujuan
untuk mencetak generasi-generasi bangsa yang baik, kuat dan tanggung serta bertaqwa kepada Alloh SWT.
Tanpa punya perasaan sehati, mungkin saja tujuan tidak akan tercapai.
Maka dengan dasar ini, suami istri harus tahu kepribadian masing-masing
dan inilah yang dinamakan ta’aruf [تعارف ].

Ketiga         :      Akhlak [الاخلاق], sebaga bahan bakar.
Dalam berumah tangga, apabila hanya berbekal atau memiliki cinta dan perasaan saja,
tanpa dibekali dan atau dibarengi dengan akhlak mulia, jangan berandai-andai untuk dapat menguasai
medan perjuangan yang berat itu.
Akhlak adalah pondasi utama dalam beragama, kata  Abul Atahiyah :  ليست الدنيا الا بدين وليس الدين الابمكارم الاخلاق , artinya ”tidaklah dikatakan dunia kecuali dengan agama dan tidaklah dikatakan agama kecuali dengan akhlak mulia”. Maka, kita harus membangun rumah tangga dengan akhlak yang mulia. 
Akhlak sebagi pondasi utama untuk membangun rumah tangga.
Prinsip akhlak disini adalah saling menghargai, menghormati, menyayangi, penuh dengan senyum.
Sifat ini dinamakan tabassum [التبسم] dan sifat ini  sangat dianjurkan Rosululloh SAW.

Keempat     :     القران الكريم والحديث sebagai peta dan kompas.
Sebagai pedoman agar tidak tersesat dalam perjalanan dan  ketika menemukan kesulitan,
keresahaan, bacalah al-Qur’an dan kemudian kembalikan atau pasrah kepada Alloh. 
Suami dan istri harus saling mengingatkan dan ta’awun  atau kerjasama dalam menghadapi kesulitan hidup.
Semua persoalan harus diselesaikan berdua dan selalu pasrah kepada Alloh.
Kata Baihaki,  ان ذ كرالله شفاء ,     ingat pada Alloh sebagai obat,
dan وان ذكرالناس داء    ingat pada manusia penyakit.   [البيهقي ].


Kelima        :     Nasehat  [النصيحة],  sebagai peralatan yang dibawa dalam perjlanan.
Agama adalah  nasehat [الدين النصيحة], maka kembali kepada ajaran agama Islam
dalam menghadapi setiap persoalan, sehingga mudah terselesaikan.
Maka dalam kehidupan rumah tangga, sepenuh apapun perasaan cinta suami pada istri atau sebaliknya,
kesalah fahaman dan perselisihan [baik kecil maupun besar] mesti ada. 
Suami dan istri harus saling mengingatkan, saling menasihati dengan sabar antara keduanya
untuk mencapai kebaikan  وتواصو بالحق وتواصو بالصبر ( dan bernasehatlah dalam kebaikan dan kesabaran )
atau mungkin kita butuh nasehat-nasehat orang tua, ustadz, tokoh masyarakat,
atau orang yang lebih berpengalaman, sebagai obat pencerahan untuk mencapai tujuan hidup
yang mungkin salah dilakukan oleh kita.
Maka, setelah mendapatkan nasehat-nasehat akan tumbuh saling percaya, saling memaafkan,
dan menghargai kesalah fahaman itu.
Sikap ini dinamakan takarrum  [التكارم] atau saling menghargai.

Keenam      :     Suami [الزوج ], sebagai nakhoda yang lihai.
Suami harus pandai memainkan peranan, dapat menjadi panutan, cerdas melihat situasi,
agar penumpang atau orang yang bersamanya merasa aman, tenang dan nyaman.
Seorang suami harus memiliki ikhtiar dalam menjalankan perannya, sehingga seburuk apapun situasi
dan kondisi yang dihadapinya, harus tenang, sabar, dan berserah diri pada Alloh [يبتغون فضلا من الله ورضوانا ],
“mereka mencari karunia Alloh dan keridhoan-Nya”.
Maka perumpamaan seorang suami, seperti seorang nakhoda yang menghadapi cuaca yang buruk.
Dia harus tetap tenang untuk mencapai tujuan, maka secara perlahan-lahan tapi pasti dia akan lalui badai tersebut
dan seluruh penumpang pasti akan menghormati dan menghargainya.
Penghargaan itu akan datang dengan sendirinya, mungkin saja berupa ucapan terima kasih,
mungkin ciuman, pelukan, bahkan dengan kepasrahan diri penumpang
dan penumpang tersebut tiada lain adalah istri. Sikap ini dinamakan tala’ub  [التلاعب ].

Ketujuh        :    Kepasrahan  [التسليم], sebagai bekal yang cukup.
Dalam menjalani kehidupan rumah tangga, kita harus banyak berusaha [bekerja] dan berdo’a
(وابتغ فيما اتاك الله الدار الأخرة ولا تنس نصيبك من الدونيا وأحسن كما احسن الله إليك) " .
“ carilah anugrah Alloh untuk kehidupan akhirat, tetapi jangan lupa nasib(bagian)mu
untuk kehidupan dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh berbuat baik padamu”.
Karena usaha atau bekerja tanpa do’a akan sia-sia, dan begitu juga sebaliknya do’a tanpa usaha
atau bekerja adalah mimpi atau angan-angan belaka.
Suami harus berusaha mencari nafkah untuk menghidupi istrinya.
Suami dan istri harus dapat bekerja sama untuk melindungi perjalanan yang panjang,
seorang suami tahu kebutuhan istri dan begitu sebaliknya istri tahu kebutuhan suami.
Dengan demikian, akan terbangun sikap saling menghargai dan toleransi dalam berumah tangga.
Sifat ini dinamakan tasamuh  [التسامح].

Ketujuh mutiara ini, dinamakan “Resep agar tetap bahagia”, bertujuan yang jelas, pasti,
dan sampai dengan selamat di atas Ridho Ilahi Robbi, dengan mengucapkan :

 بارك الله لكماوبارك عليكماوجمع بينكما فى خير

Semoga Alloh memberkahi pernikahan ananda berdua”, amien yaa robbal ‘alamiieen.

0 komentar:

Posting Komentar