-

About

javascript:void(0)

Minggu, 19 Februari 2012

Berhenti Sejenak

Perjalanan hidup ini melelahkan, ya sangat melelahkan.
Betapa tidak, di saat idealisme kita dihadapkan pada realita yang beraneka ragam
corak dan warnanya, kita harus bertahan karena kita tidak ingin tujuan hidup kita
yang jauh ternodai dengan kepentingan sesaat.
Ini bukan soal halal atau haram terhadap dunia dengan segala keindahannya,
tapi soal menyikapinya agar tidak tergiur dan terpedaya olehnya.

Gambaran ini dapat kita rasakan di saat harus mengatakan “tidak” di hadapan
mereka semua yang berkata “iya”.
Ketika ramai-ramai orang bicara ini dan itu dengan segala argumentasinya,
tuntutan idealisme kita membisikkan kita untuk “diam”, tatkala orang lain menilai
bahkan mengecam kita dengan tuduhan ini dan itu, idealisme kitapun hanya mengisyaratkan
kita untuk sekedar senyum tanpa kata-kata.
Di saat orang beretorika dengan segala keahlian bahasanya, idealisme kitapun hanya
meminta kita untuk membaca pikiran di balik pikiran.
Dan ketika orang ramai-ramai memperbincangkan dunia dengan segala kenikmatannya,
idealisme kitapun hanya mengalunkan satu kata, “qonaah”.
Itulah idealisme kita di hadapan mereka.
Terkadang tanpa terasa idealisme kita tergeser lantaran pikiran kita terbawa arus
yang kita tidak menyadarinya.
Belum lagi kondisi jiwa kita yang terus bergejolak mempengaruhi pikiran kita,
pikiran-pikiran itu selalu datang silih berganti tanpa kenal henti seiring
dengan perjalanan hidup ini.

Memang, ini semua kita pahami sebagai sunnah kehidupan.
Gelombang dan badai harus dipahami sebagai ladang ujian, problematika hidup merupakan
hal tidak bisa dipisahkan dari hidup, pahit getir menjadi bumbu yang harus dirasakan oleh
setiap kita, jatuh bangun adalah tangga yang harus dilalui dalam menggapai sebuah cita-cita.
Letih, lelah itulah yang sering kita rasakan, kita sering merasakan kejenuhan,
bosan bahkan tidak peduli dengan kondisi.
Namun jangan pernah ada perasaan pesimis apalagi putus asa karena di balik semua itu
pasti ada sesuatu yang dapat kita jadikan pengalaman yang berarti.
Dan yang kita perlukan adalah berhenti sesaat, berhenti bukan berarti selesai atau sampai di sini.
Berhenti untuk merenungi kembali perjalanan yang telah kita lalui,
berhenti untuk memompa kembali semangat beramal,
berhenti untuk mencas batere keimanan kita agar tidak redup.

Kita butuh waktu untuk melihat kondisi jiwa kita agar tetap stabil dan tahan
dalam menghadapi segalanya.
Kita terkadang lupa bahwa ada yang harus kita tengok dalam diri kita, “ruhiyah” kita.
Kondisi ruhiyah kita yang selalu membutuhkan suasana yang teduh, tenang
sehingga ia menjadi kekuatan yang akan melindungi jiwa kita dari berbagai rintangan
yang akan menghalangi kita.
Kita memerlukan nuansa ruhiyah yang nyaman agar dapat berpikir jernih
dan tetap semangat menjalani hidup ini.
Kita butuh ketegaran jiwa dalam menghadapi hiruk pikuk hidup.

Inilah yang senantiasa diajarkan oleh Muadz bin Jabal RA kepada sahabatnya
dengan ungkapannya yang menyejukkan hati “mari duduk sesaat untuk beriman”.
Berhenti sejenak untuk menengok kembali kondisi keimanan agar tetap terjaga.
Karena segala yang kita alami dalam hidup harus dihadapi dan bukan lari darinya,
ingatlah bahwa lari dari masalah tidak akan menyelesaikan masalah itu,
bisa jadi justru akan menambah masalah baru.
Memperbaharui keimanan akan membawa kita untuk memahami hakekat hidup ini
dengan segala problematikanya.
Mari kita sempatkan untuk selalu memperbaharui keimanan kita ditengah kesibukan
dan hiruk pikuk kehidupan

0 komentar:

Posting Komentar