-

About

javascript:void(0)

Minggu, 29 Januari 2012

Dialog dengan Ruh

Benarkah Manusia bisa Berdialog dengan Ruh…?

“Ruh orang-orang yang masih hidup bisa bertemu dengan ruh orang-orang
yang sudah meninggal dunia, sebagaimana ruh diantara orang-orang
yang hidup juga bisa saling bertemu.”

Inilah tema yang kerapkali menuai kontroversi dikalangan umat Islam,
bahkan dikalangan para ahli agama itu sendiri, tidak ada kata sepakat soal ini.
Terkecuali dikalangan para sufi, dialog dengan ruh yang telah meninggal
adalah suatu keniscayaan.
Yang bisa melakukannya tentu saja adalah orang-orng yang dekat dengan Alloh SWT
dari segi ketakwaannya.
Ibnu Qoyyim Al Jauziah berkata, Ruh orang-orang yang masih hidup bisa bertemu
dengan ruh orang-orang yang sudah meninggal dunia,
sebagaimana ruh diantara orang-orang yang hidup juga bisa saling bertemu.
Dari ungkapan diatas tampak bahwa orang yang sudah meninggalpun bisa diajak
berdialog sebagaimana lazimnya bercakap dengan mereka yang masih hidup.
Didalam Al Qur’an, pengakuan adanya dialog antara orang yang hidup dengan ruh ini
secara tidak langsung ditegaskan dalam Surat Ali Imron ayat 169 yang artinya:
“Janganlah kamu mengira orang yang meninggal dijalan Alloh (Fi Sabilillah) itu mati,
Mereka adalah hidup dan mendapatkan rezeki (kenikmatan dialam lain) disisi Alloh
dan hanya Alloh yang mengetahui alam lain itu.”
Ya orang yang meninggal itu sebenarnya tidak begitu saja mati,
banyak tafsiran tentang konsep ini, misalnya orang hebat yang meninggalkan karya,
sehingga namanya masih sering disebut-sebut dan dinukilkan.
Namun sebagian orang menjadikan ayat ini sebagai dalil orang yang meninggalpun
sebenarnya juga ‘hidup’, sehingga ia masih bisa diajak dialog.
Kata Fi Sabilillah dalam ayat tersebut mengindikasikan tentang orang-orang sholeh
atau orang yang memiliki kedalaman spiritual.
Jadi dialog itu hanya bisa terjadi antara orang sholeh dengan ruh yang sudah
meninggal yang juga memiliki riwayat hidup sebagai orang yang baik
atau memiliki kedalaman spiritual.
Maka orang jahat atau buruk prilakunya saat masih hidup, ruhnya tidak bisa
diajak dialog oleh orang yang masih hidup, sebab mereka tidak memiliki kapasitas ini.

Hal yang utama dan perlu dicatat adalah untuk bertemu dengan ruh orang yang
sudah meninggal dunia itu perlu petunjuk dan izin dari Alloh SWT, karena ruh adalah
milik Alloh SWT.
Karena itu salah satu cara agar bisa mengetahui dan berdialog dengan ruh adalah
dengan jalan mengikuti suatu Thoriqoh.
Karena setiap thoriqoh itu mengajarkan ma’rifatulloh; setiap ma’rifatulloh yang sudah
matang akan mengetahui hakikat Alloh SWT dan itu menjadi rahasia Alloh SWT.
Banyak bukti yang menjadi landasan para sufi untuk menjelaskan bahwa dialog
dengan ruh dapat dilakukan oleh manusia.
Kisah perjalanan Isro’ dan Mi’roj nya Nabi Muhammad SAW yang bertemu
para nabi dilangit adalah salah satunya.
Bahkan orang dengan derajat yang jauh dibawah Nabi juga banyak mengisahkan
cerita tentang adanya dialog dengan orang yang telah meninggal dunia.
Salah satunya adalah yang dikisahkan oleh Haji Bajuri, seorang tokoh agama
di Desa Gerit Ayu Kabupaten Pati, dia mengetahui tentang derajat kewalian
ayahnya KH. Mochtar setelah diberi tahu oleh KH. Hambali seorang pengasuh
pondok pesantren terkenal di Caruban Lasem.
Haji Bajuri sebetulnya tidak pernah menganggap bapaknya itu termasuk
orang yang dikasihi oleh Alloh SWT, rahasia itu terbongkar setelah tanpa sengaja
ia bertemu dengan KH. Hambali yang datang ke Desa Gerit Ayu.
KH. Hambali itu bisa menceritakan seluruh kebaikan dan sifat-sifat KH. Mochtar.
Bahkan ia juga paham betul bentuk fisiknya, meskipun KH. Hambali sendiripun
tidak pernah kenal dan bertemu secara fisik dengan KH. Mochtar.
Itu karena KH. Hambali adalah ulama yang diberi izin Alloh SWT untuk dapat
Berkomunikasi dengan kekasih Alloh SWT yang sudah meninggal dunia.
Dia memiliki kemampuan berdialog langsung dengan orang yang dikehendaki.
Menurut ajaran sufi, bertemu dengan ruh bisa melalui berbagai cara,
baik itu pandangan batin, mimpi atau melalui perasaan,
bahkan bertemu secara kasat mata dan berdialog langsung juga bisa.

Apa yang dialami oleh Abbas bin Abdul Mutholib misalnya, ia pernah berdialog
dengan orang yang sudah meninggal dunia lewat mimpi, Abbas berkata;
“Aku benar-benar ingin bertemu Umar dalam mimpi, sebab terakhir kali aku bertemu
dengannya setahun lalu, maka ketika aku benar-benar bermimpi bertemu dengannya,
dan dia berkata; ‘Inilah waktu kosongku, hampir saja semayamku berguncang,
kalau tidak karena aku bertemu orang yang penuh belas kasih.”

Sa’id bin Al Musayyab berkata kepada temannya; “Jika engkau meninggal lebih dulu
dari aku, temuilah aku dan kabarkanlah kepadaku apa yang kau dapatkan dari Robbmu,
dan jika aku mati terlebih dahulu daripada dirimu, maka aku akan menemuimu
dan mengabarkan hal serupa kepadamu.”

Kisah lain adalah ketika Syuraih bin Abid Ats Tsamaly hampir mendekati ajal,
Ghidhoif bin Al Harits masuk kedalam rumahnya dengan sikap yang amat serius
seraya berkata; “Wahai Abu Hajjaj, jika engkau bisa menemui kami setelah engkau
meninggal dunia lalu engkau mengabarkan apa yang engkau lihat, maka lakukanlah.”
Setelah Syuraih meninggal dunia sekian lama, barulah Ghudhoif mimpi bertemu dengannya,
Ghudhoif bertanya; “Bukankah engkau benar-benar telah meninggal ?”
“Begitulah.” Jawab Syuraih.
“Bagaimana keadaanmu sekarang ?” Tanya Ghudhoif.
“Robb kami mengampuni dosa-dosa kami dan tidak ada yang mendapatkan siksa
kecuali Al Ahrodh.”
“Siapa yang dimaksud Al Ahrodh itu ?” Tanya Ghudhoif.
“Orang-orang  yang dituding dengan jari orang banyak karena sesuatu.” Jawab Syuraih.

Abdulloh bin Umar bin Abdul Aziz berkata; “Aku mimpi bertemu dengan ayahku
setelah beberapa lama ayah meninggal dunia, yang seakan-akan dia sedang berada
disebuah taman.
Ayah menyodoriku beberapa buah, yang kutakwilkan sebagai anak.
Aku bertanya; ‘Apa amal yang paling utama menurut apa yang ayah lihat ?”
‘ Istighfar, wahai anakku.’ Jawabnya.

Jadi betapa banyak kisah yang menunjukka kepada kita bahwa dialog dengan ruh
orang yang sudah meninggal dunia itu bisa terjadi.
Semua itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang memiliki kedalaman spiritual yang tinggi,
orang yang semacam ini biasanya adalah orang-orang sholeh seperti ulama dan para sufi.
Mereka adalah orang-orang yang suka tirakat, dengan jalan ini merekapun bisa menembus
alam lain yang tidak bisa dilakukan manusia biasa, tentunya seizin Alloh SWT.
Namun mereka yang terlibat dalam dunia sufi pun tidak dijamin sepenuhnya mampu
bertemu dengan arwah itu sendiri, tidak semua bisa…dan tidak semua yang mengaku
ruh seseorang tokoh atau wali itu sosok ruh yang sesungguhnya.
Apabila si sufi itu masih diliputi hawa nafsu, maka yang hadir justru jin.
Benar tasawuf hanyalah jalan seseorang untuk bisa berdialog dengan ruh,
karena itu tidak semua para sufi bisa melakukannya, kecuali orang yang memiliki
kedalaman spiritual yang sangat tinggi.
Namun yang jelas berdialog dengan ruh memang dimungkinkan dan bisa dilakukan,
tetapi prasyarat ruhani harus menjadi pertimbangan kuat,
benar dan salah argument tentang hal ini bukan didasarkan pertimbangan menang
dan kalah, kadang kebenaran itu kalah dan menang, kebatilanpun juga demikian.
Wallohu a’lam bishshowab.

0 komentar:

Posting Komentar