-

About

javascript:void(0)

Selasa, 24 Januari 2012

Dunia Sampah Hati

Orang yang berjalan menuju Alloh SWT tugas utamanya adalah menjaga
kebersihan hati dari segala kotoran duniawi.
Sebab hati itu ibarat cermin, kalau cermin itu bersih berarti kondisi hatinya bersih,
dan kalau cermin itu kotor berarti hatinya kotor.

Bila hati seorang Salikin (pejalan) dalam kondisi bersih, maka limpahan Anwarul Ilahiah
akan masuk kedalamnya dan akan menerangi seluruh hatinya.
Dengan demikian seorang Salikin akan mudah memandang Alloh SWT (Syuhudul Haq),
sebaliknya selama hati seorang Salikin masih dipenuhi sampah duniawi,
selama itu pula hatinya tidak akan dapat Syuhudul Haq,
bagaimana mungkin hati akan mampu memandang Alloh SWT, kalau didalamnya
penuh dengan ‘sampah’ dunia.

Berhala Hati.
Pengertian duniawi tidak sebatas materi seperti harta, benda dan jabatan,
tetapi termasuk seluruh kesibukan yang menyita waktu dan pikiran kita
juga masuk dalam kriteria duniawi.
Sebab kesibukan kerja dan kesibukan menghadapi persoalan hidup,
akan memenuhi pikiran dan dapat menjadi kotoran hati yang menyebabkan hati
menjadi buram.
Dalam hal ini Ibnu Atho’illah menjelaskan : “Bagaimana hati akan bercahaya
sementara visualisasi duniawi masih melekat didalam cermin hati ?”
sedangkan faktor lain yang menyebabkan kotornya hati adalah munculnya
rasa mencintai terhadap sesuatu selain Alloh SWT yang menjadi berhala didalam hati.
Kecintaan pada harta, benda, anak dan suami atau isteri secara berlebihan
adalah penghalang bagi kebersihan hati.
“Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini,
yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak,
kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.
Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Alloh-lah tempat kembali yang baik (surga).”
(QS. Ali Imron : 14)
Apabila hati sudah mencintai sesuatu selain Alloh SWT, apalagi secara berlebihan,
maka otomatis kecintaan tersebut akan menutup seluruh ruang hati hingga menjadi gelap.
Orang yang sudah gelap hatinya tidak akan mampu memndang Alloh SWT,
sehingga dengan mudah akan mengikuti hawa nafsunya.
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai tuhannya dan Alloh membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya
dan Alloh telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya ?
Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Alloh membiarkannya sesat
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ? ” (QS. Al Jaatsiah ; 23)
Orang yang hatinya sudah gelap pendengarannya akan tertutup, matanya ‘buta’
sehingga tidak mampu memandang Alloh SWT, dan pemahamannya
terhadap kalam Ilahi menjadi tumpul.
Orang yang demikian sama saja dengan binatang yang panca inderanya
memang tidak berfungsi untuk mengingat Alloh SWT.
“Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami
ayat-auat Alloh dan mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya
untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Alloh, dan mereka mempunyai telinga
tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar ayat-ayat Alloh,
mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi,
mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. AL A’roof : 179)

Penyakit Hati.
Orang yang telah tertutup mata hatinya akan dengan mudah dikuasai hawa nafsu,
dan bila hati sudah dikuasai hawa nafsu, maka akan mudah pula dijangkiti
berbagai penyakit hati, seperti rasa ingin memiliki dan menguasai, kikir, bakhil,
serakah dan sombong.
Selanjutnya akan dengan mudah mengeluarkan hartanya untuk kepentingan
nafsu dari pada untuk kepentingan Alloh SWT.
Misalnya membuat pesta ulang tahun besar-besaran, pesta tahun baru
dan berbagai perayaan yang menjurus pada maksiat.
Kesibukan menjalani hidup keseharian juga bisa menjadi penghalang kita
dalam memandang dan mengingat Alloh SWT.
Karena waktu kita akan terkuras untuk mengejar berbagai kepentingan dunia,
sehingga tak ada lagi waktu untuk mengingat-Nya.
Hal ini tentu saja akan membuat Cahaya Ilahi tidak dapat masuk kedalam
relung hati kita, karena tak ada lagi ruang yang tersisa.
Dan sudah barang tentu hati yang demikian tak akan memancarkan Cahaya Ilahi.
Oleh karena itu, kita harus tegas menentukan sikap agar hati kita tetap bersih
dan tidak terkontaminasi oleh hal-hal yang bersifat keduniaan.
Salah satu caranya adalah dengan merevolusi paradigma / cara pandang
lewat prinsip-prinsip tauhid agar hati mendapat pencerahan.
Lewat prinsip tauhid kita akan bijak dalam memandang segala harta dan benda
yang kita miliki, kita akan mampu memaknai pangkat, jabatan, harta, anak,
suami atau isteri sebagai amanat dari Alloh SWT yang dititipkan kepada kita.
Titipan tersebut harus diterima dan dijaga dengan baik, karena sewaktu-waktu
pasti akan diambil lagi oleh sang empunya, Alloh SWT.
Bila kita mampu memegang keyakinan tersebut dan benar-benar mengamalkannya
dalam kehidupan sehari-hari, maka hati kita akan menjadi ringan.
Karena kita sadar sepenuhnya bahwa semua yang kita miliki adalah dari Alloh SWT,
karena Alloh, dan kelak akan kembali kepada Alloh.
Yang perlu kita lakukan hanyalah bersikap amanah terhadap harta, benda
dan keluarga yang kita miliki.
Hal lain lagi yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan hati adalah Dzikrulloh,
tidak hanya sebatas lisan, tapi hati, jiwa dan cara pandang kita pun harus senantiasa berdzikir.
Dengan memperbanyak dzikir kita akan selalu ingat pada Alloh SWT,
dan tentu saja itu akan membuat hati kita menjadi jernih, sehingga mendapatkan
Sakinatul Qulub (ketenangan hati).
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Alloh.
Ingatlah hanya dengan mengingati Alloh-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ro’d : 28)

Sisi Hati.
Hati manusia bagaikan sekeping mata uang yang memiliki dua sisi,
yaitu sisi kemanusiaan dan sisi ketuhanan.
Sisi kemanusiaan adalah ketika seseorang melihat atau memandang sesuatu
dari kaca mata lahiriah, biasa dikenal dengan logika atau nalar.
Sedangkan sisi ketuhanan adalah ketika seseorang melihat atau memandang
sesuatu dari kaca mata ketuhanan, dalam hal ini terkait dengan keimanan seseorang.
Manusia sering disebut-sebut sebagai makhluk yang berakal,
dan akal itulah yang merupakan alat berpikir manusia.
Dalam perkembangannya manusia menemukan cara-cara berpikir yang benar
dan kritis yang disebut sebagai logika, dengan logika kita menguji, menimbang-nimbang
dan memeriksa kembali, apakah pemikiran kita sudah dimasuki prasangka hawa nafsu.
Sayangnya tidak setiap orang mampu berpikir logis…..
Sedangkan orang yang religious adalah orang yang mampu memandang
segala sesuatu dengan kaca mata iman.
Ketika sisi ketuhanan sedang mendominasi kita, segala yang tampak adalah
wujud Alloh SWT yang meliputi sesuatu.
Tak ada lagi su-uzhon atau prasangka buruk, karena pada saat itu segala perhitungan
logis kemanusiaan tanggal dan yang ada hanya kepercayaan dan keimanan itu sendiri.
Kemudian bagaimana caranya kita memaksimalkan kedua sisi (potensi) itu
agar saling melengkapi ?
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan
yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih ?
Yaitu kamu beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya dan berjihad dijalan Alloh
dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui, niscaya Alloh akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkanmu kedalam jannah yang mengalir dibawahnya
sungai-sungai, dan memasukkan kamu ketempat tinggal yang baik
didalam jannah Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Ash Shoff : 10-12)

0 komentar:

Posting Komentar